Karakteristik Keanekaragaman Seni Budaya Daerah Sebagai Identitas Masyarakat Banyuwangi

Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Banyuwangi, DR. A Taufik Rohman, M.Si, M.Pd,

“Ada sebuah teori mengungkap bahwa BUDAYA itu merupakan penjelmaan kepribadian dan atau perilaku sebuah bangsa dan atau daerah. Dengan BUDAYA maka akan tampak karakteristiknya. Dengan mengacu pada teori tersebut, masyarakat Banyuwangi telah membuktikan dengan adanya eksistensi keberagaman seni budaya daerahnya yang tetap lestari.”

Diakui ataukah tidak, masyarakat Banyuwangi memegang teguh bahkan menjunjung tinggi nilai-nilai adiluhung warisan budaya dari para leluhurnya. Bukan sekadar sebatas bangga namun secara berkesinambungan nguri-nguri seraya mendirikan sanggar-sangar ragam kelompok kesenian maupun tari.

Read More

Menurut Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Banyuwangi, DR. A Taufik Rohman, M.Si, M.Pd, masyarakat Banyuwangi memang tak dapat dipisahkan dengan keanekaragaman seni budaya daerah. Hal itu terbukti dengan maraknya sanggar-sanggar tari khususnya yang tersebar di wilayah Kabupaten Banyuwangi.

“Memang tidaklah salah jika Banyuwangi itu menyangkut seni budaya tak ubahnya sebagai miniaturnya Jawa Timur bahkan Nusantara. Tolok ukurnya sederhana, Sanggar Tari yang ada sesuai data dalam Kartu Induk di Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Banyuwangi hingga kini sudah jauh melampaui angka seribuan. Tepatnya ada 1.278 sanggar kelompok kesenian. Ini sungguh luar biasa,” ungkap Taufik dengan penuh rasa bangga.

Namun yang perlu dicatat bahwa ada tiga klasifikasi bagi sanggar-sanggar tari di Banyuwangi. Di antaranya, klasifikasi A sebagai sanggar tari yang sudah mandiri. Hal itu baik menyangkut segi latihan, pementasan, dan properti yang dimilikinya, serta sering tampil ke luar negeri. Lalu klasifikasi B, adalah sanggar tari yang masih bersifat lokal dan sering tampil dalam berbagai Festival yang ada di Banyuwangi.

“Dan yang terakhir adalah klasifikasi C. Dalam klasifikasi iini, di mana sanggar tari yang hanya tampil di tingkat desa ataupun di acara-acara hajatan. Namun tidak menutup kemungkinan nantinya akan mengalami perkembangan jika pimpinan sanggar melakukan inovasi dan peningkatan kualitasnya,” katanya memberikan alasan.

Diakuinya, kehidupan milenial tak mampu menggoyahkan rasa cinta dan bangga masyarakat Banyuwangi terhadap seni budaya daerahnya. Bahkan sanggar-sanggar kesenian yang didirikan terus mengalami perkembangan pesat. Pihaknya secara terus menerus melakukan pencatatan dan memverifikasinya

“Meski demikian dari sejumlah sanggar-sanggar tersebut, terbagi dalam kategori sanggar aktif dan sanggar pasif. Jadi kategori sanggar aktif memiliki kegiatan latihan secara rutin dan melakukan pementasan di sejumlah lokasi baik tampil di acara lokal maupun di luar daerah dengan memiliki properti sendiri. Sedangkan sanggar yang pasif, yaitup tidak rutin melakukan latihan dan jarang kegiatan pementasannya,” jelasnya.

Adapun berkenaan dengan kartu induk, lanjut Rohman, hanya berlaku untuk setiap jenis kesenian dan bukan untuk sanggar. Menurutnya, jika dalam satu sanggar terdapat dua kesenian barong dan tari, maka setiap jenis kesenian itu harus memiliki kartu induk masing-masing.

“Jadi mengenai proses verifikasi kartu induknya, dapat dilakukan di masing-masing desa. Hal itu guna memudahkan pemantauan sekaligus memastikan, apakah keberadaan sanggar tersebut benar-benar aktif atau tidak. Terkait hal tersebut masing-masing desa tentu mengetahuinya secara langsung,” tandasnya. ***

banner 728x90

Related posts

banner 400x130

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

2 comments

  1. Untuk meningkatkan sektor budaya sebagai identitas masyarakat Banyuwangi, perlu ada sinergi antara pemerintah, masyarakat, dan berbagai pihak terkait. Strategi ini mencakup upaya pelestarian, pengembangan, dan promosi budaya lokal agar terus hidup dan relevan di tengah arus modernisasi. 

  2. beberapa cara tersebut:
    1. Pelestarian dan pembinaan
    Memberikan ruang ekspresi budaya: Menyediakan fasilitas fisik seperti panggung pertunjukan di ruang publik untuk memfasilitasi kegiatan seni dan budaya. Contohnya adalah Taman Blambangan dan amfiteater di Pantai Boom.Membangun pusat kebudayaan: Mendirikan pusat kebudayaan Osing untuk memberikan informasi lengkap mengenai tradisi, kesenian, bahasa, dan pengetahuan lokal masyarakatnya.Pendidikan budaya: Mengintegrasikan pendidikan budaya, seperti bahasa Using dan kesenian tradisional, ke dalam kurikulum sekolah formal dan nonformal. Hal ini bertujuan menumbuhkan kesadaran dan kecintaan generasi muda terhadap budaya sendiri. 

    2. Pengembangan dan kolaborasi
    Festival berbasis budaya: Mengemas seni, ritual, dan kuliner tradisional Banyuwangi ke dalam festival berbasis pariwisata budaya, seperti Kebo-keboan, Seblang, dan Festival Ngopi Sepuluh Ewu. Festival seperti ini tidak hanya mendatangkan wisatawan, tetapi juga memberikan edukasi bagi masyarakat.Ekonomi kreatif berbasis budaya: Mengembangkan ekonomi kreatif yang bersumber dari kekayaan budaya lokal, seperti batik Banyuwangi. Hal ini dapat meningkatkan daya saing ekonomi daerah sekaligus melestarikan warisan budaya.Kolaborasi dengan seniman dan komunitas: Melibatkan seniman dan komunitas lokal dalam berbagai kegiatan budaya, sehingga masyarakat merasa bangga dan percaya diri akan identitas lokalnya. 

    3. Promosi dan adaptasi
    Pemanfaatan media: Menggunakan media sosial dan media lainnya untuk mempublikasikan konten budaya lokal Banyuwangi, seperti video di YouTube yang menampilkan keunikan tradisi dan kesenian.Penggunaan simbol budaya: Menerapkan unsur budaya lokal, seperti bahasa Using dalam lirik lagu atau penamaan bangunan dan patung bernuansa daerah. Kebijakan ini dapat menciptakan suasana budaya Osing di ruang publik secara berkelanjutan.Pemasaran destinasi: Menggunakan identitas budaya sebagai strategi pemasaran pariwisata untuk membedakan Banyuwangi dari kompetitor lain. Misalnya, memasukkan tarian Gandrung dalam promosi wisata. 

    4. Partisipasi masyarakat
    Keterlibatan aktif: Mengajak masyarakat untuk berpartisipasi langsung dalam pelestarian budaya, seperti melalui festival, lomba kesenian, atau lokakarya kerajinan tradisional.Penguatan peran pemuda: Memberdayakan peran pemuda adat untuk menjadi garda terdepan dalam melestarikan dan mengembangkan budaya di Banyuwangi.Pemanfaatan kearifan lokal: Mempertahankan tradisi dan ritual adat yang mengakar di masyarakat, seperti Barong Ider Bumi, Mepe Kasur, dan Tumpeng Sewu, yang memiliki makna religius dan sosial. 

    Dengan mengimplementasikan strategi-strategi ini, sektor budaya Banyuwangi tidak hanya akan terjaga, tetapi juga berkembang menjadi identitas yang kuat, dihormati, dan mampu memberikan kesejahteraan bagi masyarakatnya. 
    BRAVO DHUTA EKSPRESI JAYA JAYA JAYA