“Dalam perhelatan Pameran Banjoewangi Tempo Doeloe di area Kantor Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Banyuwangi, (25/9/2025) lalu tak hanya memamerkan ragam Cagar Budaya Banyuwangi. Akan tetapi juga menampilkan senin budaya daerah Banyuwangi, salah satunya adalah Seni Jaranan Buto yang dikaitkan dengan tokoh legenda Minakjinggo. Berikut sekilas catatan ulasannya.’
Jika kita mendengar atau melihat langsung suguhan Seni Jaranan Buto, maka akan beranggapan bahwa itu sebagai kesenian tradisional khas Banyuwangi. Padahal jika mengulik secara seksama, Jaranan Buto adalah pengejawantahan akulturasi budaya suku Osing dengan sentuhan atau lebih tepat dipengaruhi oleh budaya Jawa Mataraman.
Eksistensi Seni Jaranan Buto bermula dipelopori Mbah Setro Asnawi kisaran tahun 1963 – 1964 di Dusun Cemetuk, Desa Cluring Banyuwangi. Menariknya, baik nama maupun bentuk tarian yang melekat pada Jaranan Buto justru terinspirasi oleh sosok legenda Minakjinggo, Sang Raja Kerajaan Blambangan.
Adapun perwujudannya digambarkan bak layaknya raksasa atau lebih dikenal sebagai Buto. Namun demikian sosok Buto disini sebagai isyarat gambaran tentang adanya semangat juang, sikap kesatria, serta pekerja keras tanpa mengenal putus asa dalam situasi dan kondisi apapun.
Pada mulanya Mbah Setro Asnawi, selalu pelopor lahirnya Seni Jaranan Buto memberi nama Sekar Dhiyu. Hal itu dapat dimaklumi, mengingat Mbah Setro berasal dari Trenggalek Jawa Timur datang ke Banyuwangi. Sehingga Mbah Setro lebih dipengaruhi budaya Jawa Mataraman.
Di balik Seni Jaranan Buto, ada nilai-nilai filosofinya. Di antaranya adanya properti kuda yang digunakan dalam Jaranan Buto memiliki wajah raksasa atau “Buto”. Sehingga ada pembeda dengan perwujudan kuda lumping biasa yang memang sudah ada sebelumnya.
Jika ditelisik lebih mendalam lagi, dalam hal penggunaan replika kuda melambangkan tentang semangat dalam perjuangan. Selain itu menggambarkan sikap kesatria, dan kerja keras tanpa lelah dalam menghadapi tantangan kehidupan yang silih berganti.
Maka tak mengherankan, dalam setiap pertunjukan khasnya senantiasa adanya atraksi kesurupan. Bahkan karakteristiknya setiap pemain Jaranan Buto menggunakan riasan muka seperti raksasa, dengan wajah merah, mata besar, gigi taring, dan rambut panjang gimbal. Praktis menjelma sebagai karakter lain daripada yang lain.
Begitu halnya menyangkut perlatan musik pengiringnya. Seni Jaranan Buto selalu identik dengan perpaduan musik gamelan. Yakni meliputi kendang, bonang, kempul, terompet, gong besar, dan kecer. Hal itulah yang menjadi diri khas tersendiri. ***